Di sebuah desa kecil yang tenang, Sufi, seorang anak yatim piatu, hidup dalam bayang-bayang tragedi yang telah mengguncang kampung halamannya. Kedua orang tuanya meninggal dalam suatu musibah, meninggalkan Sufi dengan cobaan dan kehidupan yang penuh liku. Meskipun langkah hidupnya diwarnai kesedihan, Sufi tidak pernah merasa sendirian.
Kehilangan orang tua membawa Sufi meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Namun, di setiap langkahnya, Sufi tidak berjalan sendirian. Di sepanjang perjalanan hidupnya yang berliku, dia dikelilingi oleh teman-teman yang setia, seperti Omar, Hana, Fariz, Indra, Nuru, Sara, Lisa, dan keluarga angkatnya, Mak Cik dan Pak Cik, yang selalu menjaganya dengan penuh kasih.
Sufi, seperti bunga yang tumbuh di antara batu-batu cobaan, tumbuh menjadi anak yang ceria dan penuh semangat. Meskipun bayang-bayang kehilangan masih menghantui pikirannya, Sufi bersyukur setiap hari karena memiliki teman-teman dan keluarga angkat yang selalu mendukung dan menyayanginya. Meski tidak memiliki orang tua kandung, kehangatan keluarga angkatnya membentuk sebuah rumah yang penuh cinta dan kasih sayang.
Suatu hari, ketika Sufi dan teman-temannya berkumpul, sebuah ceramah dari seorang ulama di desa menyentuh hati mereka. Ulama itu berbicara tentang pentingnya menyayangi anak yatim dan mewaspadai dosa besar menzalimi mereka. Omar, Hana, Fariz, Indra, Nuru, Sara, dan Lisa tergerak untuk semakin mendukung dan melindungi Sufi.
Berkat bimbingan dan kasih sayang teman-temannya, Sufi tumbuh menjadi anak yang cerdas, berbudi pekerti luhur, dan penuh cinta kasih. Meskipun kenangan akan kedua orang tuanya tidak pernah pudar, Sufi belajar untuk mensyukuri setiap momen kebahagiaan bersama teman-temannya.
Masa kecil yang tidak sempurna itu menjadi batu loncatan bagi Sufi untuk mencapai kehidupan yang bermakna. Ketika dewasa, Sufi menjadi panutan bagi banyak orang di desa itu. Dia membuktikan bahwa kebahagiaan bukanlah milik eksklusif mereka yang memiliki keluarga lengkap, tetapi juga bagi mereka yang memiliki teman-teman sejati yang selalu ada dalam suka dan duka.
Kisah Sufi yang Tak Pernah Sendiri menjadi teladan bagi semua orang di desa itu. Mereka belajar bahwa dalam Islam, menyayangi anak yatim adalah perintah yang harus dijalankan, dan menzalimi mereka adalah dosa besar. Kebersamaan dan cinta kasih adalah kunci kebahagiaan, dan Sufi bersama teman-temannya membuktikan bahwa kehidupan yang penuh dengan kasih sayang adalah kehidupan yang sejati. Dengan setiap cerita dan pengalamannya, Sufi mengukir jejak kebaikan dan inspirasi di hati semua orang yang mengenalnya.